Dok. Progress PJD
Tuhan tidak bisa disembah. Demikian menurut pemahaman manusia Jawadīpa seturut jejak-jejak pemikiran mereka yang bisa didapat dalam rontal dan sêrat Jawa. Manusia Jawadīpa memiliki alasan kuat berpandangan seperti itu. Tuhan adalah sesuatu yang melampaui pikiran, tidak bisa digambarkan, Maha Abstrak, terlalu lembut dari apapun yang paling lembut, dan karenanya Tuhan sama sekali tidak bisa disembah dengan cara apapun juga, baik dengan cara mempersembahkan sesajian, mantra, gerak badan khusus maupun dengan kebaktian model apapun.
Namun demikian. Tuhan yang Maha Abstrak ini menjiwai seluruh makhluk hidup dan semesta. Dia adalah inti sari, esensi, jatidiri, pusat, akar dari kehidupan itu sendiri. Dia adalah Sanghyang Urip atau Sang Hidup. Di dalam diriku ada Sanghyang Urip. Di dalam diri Anda ada Sanghyang Urip. Sehingga bisa dikatakan bahwasanya kita semua adalah perwujudan dari Sanghyang Urip itu sendiri.
Jika kita berbicara perwujudan Sanghyang Urip akan didapatkan perwujudan mulai dari yang rendah, menengah sampai tinggi. Dari yang nistha, madhya hingga utama. Makhluk bersel satu adalah contoh perwujudan nistha atau rendah. Spesies manusia termasuk perwujudan madhya atau menengah dan Bhatara Trimūrti (Bhatara Brahma, Bhatara Wishnu, Bhatara Syiwa) serta beberapa Dewata yang memiliki tingkat kesucian tinggi merupakan perwujudan utama.
Bhatara Trimūrti (Bhatara Brahma, Bhatara Wishnu, Bhatara Syiwa) serta beberapa Dewata yang memiliki tingkat kesucian tinggi sesungguhnya pada masa lalu juga merupakan makhluk biasa yang telah berusaha keras untuk mencapai tingkat kesucian dengan lelaku bathin penuh perjuangan melalui berjuta-juta kelahiran. Karena kesucian yang berhasil diperoleh, pada masa sekarang mereka terlahirkan sebagai perwujudan utama Sanghyang Urip. Itu artinya, maya (tabir ilusi) yang menakupi bathin mereka tinggal setipis kelambu sutra. Sehingga selangkah lagi dapat dipastikan mereka akan melebur seutuhnya dengan Sanghyang Urip, lenyap dalam kebahagiaan abadi, mencapai kesempurnaan mutlak.
Bagi manusia untuk menggapai Sanghyang Urip atau Tuhan Yang Sejati terdapat tiga jalan :
- Pertama MANÊMBAH ( Jalan Keluar Diri) : Yaitu menyembah perwujudan utama Sanghyang Urip, yaitu Bhatara Trimūrti (Bhatara Brahma, Bhatara Wishnu, Bhatara Syiwa) serta beberapa Dewata yang memiliki tingkat kesucian tinggi dengan tujuan untuk menjadi dekat dengan mereka, yang tinggal selangkah lagi lebur kepada Sanghyang Urip. Dengan adanya kedekatan tersebut, sang penyembah akan mendapat bimbingan atau tuntunan dari Bhatara Trimūrti (Bhatara Brahma, Bhatara Wishnu, Bhatara Syiwa) serta beberapa Dewata yang memiliki tingkat kesucian tinggi. Yaitu bimbingan untuk meraih kesucian sebagaimana diri mereka dan mengarahkan secara bertahap kepada jalan penyatuan dengan Sanghyang Urip. Agama Syiwa, Wishnu, Brahma, Syakta, Indra, Sambu,dsb, mengambil jalan pertama ini. Kebanyakan agama-agama di dunia mengambil jalan pertama walau kadang pengikutnya tidak menyadari sepenuhnya dan menganggap Dewata sesembahan mereka adalah Tuhan satu-satunya yang benar melebihi Tuhan dari keyakinan lain. Pada titik ini pangkal pertikaian bermula.
- Kedua MAMUJA (Jalan Kedalam Diri Dengan Penyembahan) : Yaitu menyembah Para Bhatara Panca Tathagata Buddha dan Bhatara Boddhisattwa yang sebenarnya adalah bagian dari bathin manusia itu sendiri, yang dipersonifikasikan sebagai sosok-sosok Bhatara Panca Tathagata Buddha dan Bhatara Boddhisattwa tertentu. Artinya yang disembah adalah unsur-unsur bathin manusia itu sendiri, yang digambarkan sebagai sosok suci Para Bhatara Panca Tathagata Buddha dan Bhatara Boddhisattwa. Sosok-sosok ini tidak eksis di luar diri manusia, melainkan bagian luhur yang tak terpisahkan dari bathin manusia itu sendiri. Personifikasi unsur-unsur bathin manusia tersebut adalah : Sanghyang Bhatara Buddha Wairochana simbol dari akar keseimbangan bathin, Sanghyang Bhatara Buddha Aksobhya simbol dari akar kesadaran murni, Sanghyang Bhatara Buddha Ratnasambhawa simbol dari akar perasaan murni, Sanghyang Bhatara Buddha Amitabha simbol dari akar pikiran murni, Sanghyang Bhatara Buddha Amogasiddhi simbol dari akar pencerapan murni, Sanghyang Bhatara Awalokitesywara simbol dari welas asih murni, Sanghyang Bhatari Tara Dewi simbol dari keajaiban ilahi dsb. Mereka sebenarnya adalah bagian dari bathin manusia itu sendiri, tidak eksis di luar diri, dimunculkan sebagai alat bantu devosi untuk mencapai Kebuddhaan atau Yang Mutlak itu sendiri. Buddha Mahayana dan Buddha Tantrayana mengambil jalan kedua ini.
- Ketiga MANÊKUNG (Jalan Kedalam Diri Tanpa Penyembahan) : Yaitu tidak melakukan sembah kepada siapapun, baik kepada Dewata di luar diri maupun Panca Tathagata Buddha dan Boddhisattwa di dalam diri, sepenuhnya menjalani meditasi untuk mencari akar keheningan di dalam diri serta menebar kebaikan dan welas asih kepada sesama tanpa syarat. Jalan ketiga ini benar-benar tidak mengenal ritual penyembahan kepada Tuhan. Jawadipa dan Buddha Therawada mengambil jalan ketiga ini.
Sesungguhnya, semua agama yang eksis di dunia ini menempuh salah satu dari ketiga jalan di atas. Tuhan Yang Sejati tidak bisa disembah. Yang bisa disembah adalah perwujudan utama-Nya (Untuk Jalan Manêmbah) atau sosok-sosok suci yang sebenarnya personifikasi bathin manusia itu sendiri (Untuk Jalan Mamuja). Tuhan Yang Sejati hanya bisa disembah melalui perantara semata. Dan bagi Anda yang telah membaca apa yang kami paparkan dan kemudian memahami pada jalan mana Anda menempuh perjalanan bathin Anda, harapan kami sudahi pertikaian keyakinan yang tidak perlu.
Silakan disebarkan. Sebagai tanggung jawab moral dan spiritual, cantumkan sumbernya agar pengetahuan ini bisa bermanfaat bagi diri Anda dan orang lain.
Hayu, hayu, hayu, Rahayu.
Damar Shashangka.
Bogor, 14 Juli 2020