Dok. Progress PJD.
Menjelang malam Sukra Kliwon atau Sukra Lêgi, bagi seluruh Cantrik Patêmbayan Jawadīpa harus menyediakan suguh sederhana kepada leluhur berupa.
- Nasi beserta lauk pauknya lengkap satu piring.
- Bunga di dalam gelas berisi air.
- Air putih, teh dan kopi.
- Lilin atau kalau ada pelita.
- Dupa 3 batang dinyalakan.
- Kesukaan orang tua yang sudah meninggal : bisa rokok, makanan, sirih pinang atau apa saja. Taruh di atas lepek tersendiri. Point 6 tidak wajib ada. Kalau ada lebih bagus.
Siapkan ketika malam Sukra Kliwon atau Sukra Lêgi. Bakar dupa Mel demikian : “Hyang-Hyang Gêni gêgêntur urip, byar padhang urip sawiji.”
Bakar dupa. Taruh di tempat tancapan dupa. Bentuk sembah di depan dahi. Melnya sebagai berikut :
“Hyang-Hyang Taya Yitmajati, kukusing dupa kumêlun, tunggak jati tumuwuh, julungwangi anêmpuh, dadya padhang rahayu têguh. Manuk ati manira tuduh, mibêr ring kahyangan ginayuh, anggawa wangi-wangi suguh. Hyang-Hyang Yitmamulya, ambabar kamulyan mring lêluhur manira samya. Kasêmbadan.”
(Semoga semua leluhurku mendapatkan tempat yang mulia. Baik yang belum manitis maupun yang sudah manitis).
Turunkan sembah. Bersendekap. Pejamkab mata. Diam selama 2-3 menit. Curahkan getaran welas asih dan kedamaian kepada mereka. Selesai. Lilin biarkan sampai mati sendiri. Kalau pelita biarkan sampai besok pagi.
Tujuan dari suguh leluhur adalah agar Yitma (Ruh) leluhur yang terikat dengan kehidupan sebelumnya dan tidak juga berkenan manitis bisa tergoda manitis melihat makanan duniawi dan makanan kegemarannya. Selama menjadi Yitma, mereka tidak bisa mencicipi makanan-makanan duniawi walau keinginan itu ada. Selain itu, Mel (Mantra) yang kita bacakan akan berubah menjadi vibrasi positif dan menjadi makanan mereka. Yitma tidak memakan suguhan, tidak memakan dupa atau bunga. Mereka memakan curahan vibrasi positif dari mel dan dari welas asih yang kita berikan kepada mereka.
Kemudian bersedekah paling sedikit seribu rupiah kepada orang lain. Wohing pakarti (buah perbuatan/pahala) sedekah dilimpahkan kepada leluhur agar menjadi hidangan yang menenangkan bagi mereka.
TANYA JAWAB TENTANG SUGUH BAGI LELUHUR
1. Cantrik:
Maaf Ki ada sedikit pertanyaan lanjutan untuk mel nya harus disuarakan atau bisa didalam hati saja nggih?
Ki Ajar:
Idealnya disuarakan karena vibrasi mel yang kita butuhkan untuk menyelaraskan badan, jiwa dan ruh. Kalau tidak memungkinkan bisa dibaca dalam hati.
2. Cantrik:
- Menurut Jawadipa dimanakah ruh para leluhur tinggal (dimensi)? Apa alasan tidak manitis? Kemanakah Ruh sejati seharus nya tinggal?
- Berkaitan dengan suguhan untuk leluhur, apakah suguhan dilakukan setiap malam sukra kliwon dan sukra legi? Atau salah satunya? Dan apakah suguhan untuk leluhur bersamaan menyajikan among-among untuk yang memiliki weton Sukra Kliwon ataupun Sukra Legi?Atau dipisahkan waktunya sesaat? Atau sebaiknya bagaimana?
Ki Ajar:
- Ruh (Yitma) manusia yang meninggal melekat pada dimensi dimana dirinya akan menitis. Masih berada di antara dimensi manusia dan dimensi dimana seharusnya dia nanti menitis sesuai wohing pakarti (buah perbuatan) yang dia miliki. Oleh sebabnya bisa disebut dimensi Antara (Baca : Antoro). Jika dia akan manitis ke dimensi manusia lagi maka dia berada diluar dimensi manusia namun juga tidak terpisah. Alasan tidak menitis bisa berbagai macam. Yang paling banyak karena keterikatan dengan kehidupan sebelumnya. Dia tidak rela manitis menjadi makhluk baru karena dulu dia hidup sebagai manusia yang penuh kemuliaan dan diagungkan, misal. Tempat Ruh sejatinya tidak kemana-mana. Tetapi masuk ke dalam inti Ruh sendiri yaitu Sanghyang Urip. Jika mampu masuk ke inti Ruh, maka disebut Ngabyantara (baca : Ngabyantoro), menghadap kepada Sanghyang Urip, melampaui segala dimensi.
- Sukra Kliwon atau Sukra Legi? Ada kata ‘atau’ disitu, berarti pilih salah satu. Jika bersamaan dengan Weton, mana yang didahulukan? Weton dulu baru suguh. Yang hidup dulu baru yang mati.
3. Cantrik:
1. Sungeng sonten Ki Tembaya, terkait dengan wedaran Ki Ajar di Telegram yang berbunyi sebagai berikut : “Makanan Yitma adalah vibrasi positif dari mel dan emosi welas asih yang kita kirimkan? Juga dari getaran kebaikan bersedekah yang kita limpahkan pahalanya bagi almarhum? Itu semua makanan Ruh.” Yang mau saya tanyakan, bagaimana caranya melimpahkan pahala untuk swargi ibuk saya bila saya mau bersedekah. Apakah ada mel yang harus diucapkan? (pada saat mau bersedekah)
2. Ijin bertanya Ki tembaya, soal Ruh leluhur dan manitis:
- Apa efek positif dan negatifnya (apa perlunya). Apabila ruh leluhur kita manitis dan tidak manitis?
- Ketika ruh leluhur kita manitis, apa akan manitis pada garis keturunan kita atau orang lain?
- Bagaimana cara mengetahui kalo ruh leluhur kita sudah manitis, memang kita kadang melihat anak-anak kecil mempunyai sifat dan pembawaan mirip dengan kakek/buyutnya yang sudah meninggal, apakah ada ciri-ciri khusus?
- Berapa rentang lama waktu bagi ruh leluhur untuk manitis, dari semenjak meninggal sampai manitis?
3. Apakah dibolehkan saya ajarkan mel serta manekung kepada bapak kandung saya sendiri yang sudah sepuh karena sudah tidak memungkinkan lagi beliau membaca tulisan-tulisan di hp android. Tujuan mengajarkan pada bapak agar lahir batin nya bersih dari amalan-amalan atau ilmu-ilmu yang di kuasai nya. Mengingat beliau orang jaman dulu tentu sedikit banyak ada amalan-amalan atau ilmu kadigjayan (kanoman).
4. Untuk suguhan ini ketika kita sedang mentransfer getaran welas asih kepada beliau para leluhur, bisakah dilanjut untuk mentransfer getaran hajad kita, agar dibantu oleh beliau-beliau yang sudah mau menerima transfer pancaran getaran dari kita?
Ki Ajar:
1. Diniatkan saja sudah cukup.
2.
- Dunia ini tempat belajar. Ruh yang lahir dan mati semuanya tengah belajar. Jika tidak segera lahir kembali maka dia menunda masuk kelas berikutnya.
- Bisa ke keluarga jika memang masih ada hutang budi atau hutang kesalahan yang belum diselesaikan. Bisa ke tempat lain jika sudah harus belajar sesuatu yang baru lagi.
- Sulit diketahui. Dan tidak ada perlunya diketahui. Yang penting kita memberikan yang terbaik bagi keluarga agar mereka bisa belajar di dunia dengan nyaman.
- Tidak bisa ditentukan. Minimal satu dua tahun juga bisa. Lebih lama juga bisa. Beratus tahun juga bisa.
3. Boleh.
4. Jangan diganggu mereka dengan permintaan-permintaan kita. Kalau diganggu terus mereka tidak akan segera manitis dan malah kita merintangi mereka naik kelas. Pemikiran leluhur dimintai sesuatu itu bukan datang dari Jawadipa. Semesta ini sudah banyak tersimpan segala kebutuhan kita, tinggal kita tarik dengan manekung cipta. Nanti diajarkan.
4. Cantrik:
Jika Yitma tidak bisa “mencicipi” dst, apa tidak ada jalan lain buat mengganti Suguh (yang masih terkontaminasi sifat bumi) dengan sesuatu yang “lebih” bisa dimanfaatkan mereka untuk mengganti suguh yang bisa saja dimanfaatkan mahluk bumi lain yang masih hidup? Apakah suguh itu sebuah titik akhir dari upaya spiritual untuk menarik yitma yang kita inginkan?
Ki Ajar:
Makanan Yitma adalah vibrasi positif dari mel dan emosi welas asih yang kita kirimkan. Juga dari getaran kebaikan bersedekah yang kita limpahkan pahalanya bagi almarhum. Itu semua makanan Ruh, bukan suguh, dupa dan bunga. Suguh hanya sebagai iming-iming bagi Ruh yang menolak manitis kembali karena satu dan lain hal. Dupa dan bunga sebagai sarana kita masuk ke pikiran bawah sadar kita sendiri agar lebih gampang mengirimkan getaran welas asih kepada Yitma. Nusantara ini kayaraya, jadi kalau sekedar menyuguhkan sepiring makanan kepada para leluhur untuk membuat mereka tertarik manitis kembali, saya kira tidak menjadi soal. Untuk menarik Yitma leluhur agar berkenan segera manitis dengan metode menyuguhkan makanan adalah metode yang paling sederhana, mudah dan gampang untuk dilaksanakan.
5. Cantrik:
Apakah kita ketika memberikan suguhan pada leluhur itu boleh ke leluhur desa atau leluhur bangsa misalnya?
Ki Ajar:
Leluhur kita sendiri setiap 35 hari sekali. Ini kewajiban. Untuk leluhur desa atau negara tidak ada kewajiban. Boleh dilakukan tentu dalam acara-acara tertentu.
6. Cantrik:
- Nasi dan lauk pauk suguh harus masak sendiri atau boleh beli di warung?
- Mel bakar dupa dan sembah apakah ada contohnya atau cukup dibaca biasa?
Ki Ajar:
- Seharusnya masak sendiri karena Ruh itu menyantap vibrasi emosi kita, bukan benda-benda materi. Jika kita masak sendiri ada getar-getar bakti melekat dan itu yang menjadi santapan menyenangkan.
- Cukup dibaca biasa. Sembah didepan dahi.
7. Cantrik:
Malam ini kan Sukra Manis nggih. Kita menghaturkan sesajen pada Leluhur. Barusan saya buat sesajen tetapi dibuang oleh keluarga. Pada intinya, keluarga belum bisa menerima. Kemaren pas weton saya, saya juga sembunyi-sembunyi. Bagaimana cara menghaturkan sesajen pada Leluhur dengan yang sederhana? Misalnya hanya dupa, lilin dan air putih saja? Karena di kamar saya adanya demikian.
Ki Ajar:
Pakai mel, mengirimkan getaran welas asih dan sedekah saja. Nanti kalau sudah bisa melakukan dengan suguh silakan dilakukan.
Terkait
Among Among Leluhur Jawadipa Leluhur Jawa Memuliakan Leluhur Sesajen Untuk Leluhur Suguh Leluhur
Last modified: 25 Februari 2025